Minggu, 16 Oktober 2011

Mem-Follow Lumpiah Basah

Jadi saya kurang suka makan siang pakai teman nasi kalau sedang di kampus. Akhirnya saya sering membeli lumpiah basah. Murah. Cuma 5000 (baca : lima ribu). 5000 rupiah maksudnya. Bukan 5000 dollar, 5000 baht, atau 5000 keping emas. Kalau itu mah saya lebih baik beli rumah di Dago biar nyaman karena dekat dengan mall. Terus kadang-kadang sewaktu saya mau beli, si emang-nya (Bahasa Sunda, sinonim dari abang/mas) suka masih melayani tamu lain. Eh tapi emang-nya mukanya bukan muka orang Sunda. Oh, berarti mas. Atau bapak ya? Umurnya kayaknya 40 tahunan. Coba Anda cari tahu sendiri kalau memang ingin tahu, karena saya tidak terlalu mempermasalahkan hal itu. Wah ternyata laku juga lumpiah basahnya. Kita bisa pilih, mau yang biasa, pedas, atau pedas sekali. Kalau saya senangnya pedas sekali. Biar sekalinya pedas saya bisa merasakan pedasnya lumpiah pedas. Lumayan untuk ganjal perut. Tapi saya jadi bingung kenapa ada istilah ganjal perut. Memang perut bisa jatuh kalau tidak makan? Kalau sudah tua saya tau perut memang jadi menggelambir dan jatuh ke bawah. Tapi saya rasa kalau lapar perut tidak akan jatuh. Paling-paling rasanya kembung dan jadi ingin buang-buang angin. Sayang padahal kalau dibuang-buang. Eh, gak penting yah?

Terus ngomong-ngomong soal lumpiah, saya jadi ingat dengan yang namanya keripik Ma Icih. Maksud saya, keripik itu diberi merek Ma Icih, bukan keripik yang dibuat dari Ma Icih. Ok, kembali ke soal keripik. Jadi keripik itu katanya pedas. Terus pedasnya ada levelnya. Dari level 1 sampai 10. Terus harganya 1xxxx rupiah. Saya jadi berpikir kalau Ma Icih itu hebat. Keripik dijual dengan harga 1xxxx bisa banyak yang mencari. Padahal lebih enak kalau beli lumpiah. Lumpiah 5000 rupiah bisa ganjal perut sedangkan keripik Ma Icih 1xxxx rupiah tidak bisa mengganjal perut tapi bisa bikin orang merasa pingin beli lagi padahal sebenarnya tidak terlalu ingin juga, cuma penasaran saja dengan level-level lain. Tapi sama seperti tukang lumpiah, Ma Icih jualan keripiknya pakai berkeliling. Hebatnya bisa tetap laku. Oh, ternyata itu berkat Facebook. Jadi Ma Icih ambil untung dari Facebook. Maksud saya Ma Icih promosi lewat Facebook dan akhirnya orang-orang yang merasa punya Facebook (account Facebook maksudnya) bisa melihat kalau-kalau di sana ada orang jualan keripik mereknya Ma Icih lalu mereka (mungkin Anda termasuk) jadi ingin membelinya karena penasaran.

Jadi saran saya kepada Anda yang tukang lumpiah basah adalah kalahkan Ma Icih dan promosikan lumpiah basah Anda lewat Twitter. Sebagai tukang lumpiah basah, buatlah jaringan waralaba lumpiah basah biar Anda bisa cuci otak orang biar orang-orang mau membeli lumpiah basah Anda karena memang enak. Terus kalau Anda untung Anda bisa jual saham waralaba Anda ke investor asing. Kalau laku, bisnis waralaba lumpiah basah Anda jadi bisa dikenal oleh orang luar negeri. Terus akhirnya Indonesia jadi terkenal sama lumpiah basah. Lalu karena lumpiah basah sudah terkenal sebagai masakan Indonesia, negara tetangga jadi tidak bisa ngaku-ngaku kalau lumpiah basah itu masakan tradisional mereka padahal mereka sendiri tahu kalau lumpiah basah bikinan orang Indonesia. Jadi sambil mencari rejeki Anda bisa membantu menambah khazanah kuliner Indonesia. Super sekali!

3 komentar:

  1. Mungkin Anda bisa jualan lumpiah basah yang diberi merek "Lumpiah Basah Mas Untung". Mungkin bisa laku.

    BalasHapus
  2. lumpiah basah di daerah mana? saya juga di bandung nih.

    Salam,
    Kevin
    Blog : www.nostalgia-90an.com
    Nostalgia Segala Sesuatu pada Tahun 90an.

    BalasHapus
  3. Wah, gak tau juga yah...
    Tukang lumpiah basah kan hidupnnya nomaden...
    Ya mungkin si emang lumpiah basah itu sekarang sedang dekat rumah Anda?
    Siapa tau...

    Oh tapi kayaknya si emang itu lebih senang kalau memburu pelanggan di depan salman itb...

    BalasHapus

Silakan berkomentar sesuka Anda karena pada dasarnya saya tidak peduli apa komentar Anda.